Bayu Aji P (1201410044)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis lingkungan hidup yang
dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan
hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber
alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika
atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau
mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan
kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan
‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa
bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam
seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan
kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai
masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan
dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada TuhanYang Maha
Esa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja sasaran
pengelolaan lingkungan hidup ?
2. Apa saja penyebab kondisi lingkungan hidup yang memprihatinkan ?
3. Apa itu etika
ekologi dalam ?
4. Apa itu etika
ekologi dangkal ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa saja
sasaran pengelolaan lingkungan hidup.
2. Mengetahui apa saja
penyebab kondisi lingkungan hidup yang memprihatinkan.
3. Mengetahui apa itu
etika ekologi dalam.
4. Mengetahui apa itu
etika ekologi dangkal.
D. Manfaat makalah
1.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan lingkungan hidup.
2.
Untuk memberi wawasan pengetahuan tentang etika lingkungan hidup .
3.
Makalah ini juga bertujuan untuk memperdalam materi dan memperkaya keilmuan
mata kuliah pendidikan
lingkungan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sasaran
pengelolaan lingkungan hidup
Pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Sasaran
pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut:
v Tercapainya keselarasan, keserasian,
dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup.
v Terwujudnya manusia Indonesia sebagai
insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina
lingkungan hidup.
v Terjaminnya kepentingan generasi masa
kini dan generasi masa depan.
v Tercapainya kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
v Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
secara bijaksana.
v Terlindunginya NKRI terhadap dampak
usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dari sinilah jelas bahwa setiap warga negara atau masyarakat tentunya
mempunyai hak yang sama atas pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Sehingga, setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup. Selain mempunyai hak, setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan sekaligus perusakan lingkungan hidup.
Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa betapa pentingnya
untuk terus menjaga kelestarian secara bersinergi bagi semua pihak. Baik dari
perwujudan kebijakan pemerintah dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat.
Jika pemerintah mampu memberikan kebijakan yang berpihak terhadap kelestarian
lingkungan, maka dengan sendirinya masyarakat juga akan mengikuti dan bahwa
mendorong terwujudnya lingkungan yang lestari dan kenyamanan.
2.
Penyebab kondisi lingkungan hidup
sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan
Realitas memperlihatkan kondisi lingkungan hidup sudah mencapai
tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun.
Penyebab kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang
memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun adalah karena pada
tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal
ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari
pentingnya pengelolaan lingkungan hidup.
Seperti diketahui, pada saat ini perjuangan untuk
melestarikan lingkungan hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang
kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Seperti
kelompok -
kelompok peduli lingkungan, LSM, individu - individu yang aktif dalam
pelestarian lingkungan dan kritis terhadap kebijakan- kebijakan yang merugikan
lingkungan, serta kalangan akademisi.
Orientasi hidup manusia modern yang cenderung materialistik
dan hedonistik juga sangat berpengaruh. Kesalahan cara pandang atau pemahaman
manusia tentang sistem lingkungannya, mempunyai andil yang sangat besar
terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang terjadi dunia saat ini. Cara
pandang dikhotomis yang yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme
yang memandang bahwa alam merupakan bagian terpisah dari manusia dan
bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam mempunyai peran besar terhadap
terjadinya kerusakan lingkungan (White,,1967, Ravetz,1971, Sardar, 1984,
Mansoor, 1993 dan Naess, 1993). Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku
yang eksploitatif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya
alam dan lingkungannya. Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan
pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan
memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal,
termasuk di negara kita.
3.
Etika Ekologi
Dalam
Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai
penopang kehidupan. Untuk
itu lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini
juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi.
Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan hanya demi manusia tetapi juga
demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia
dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi
kepentingan bersama.
Etika lingkungan ini dibagi lagi menjadi beberapa macam
menurut fokus perhatiannya, yaitu neo-utilitarisme, zoosentrisme, biosentrisme dan
ekosentrisme. Etika lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika
utilitarisme Jeremy Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks
etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh
mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan
bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan
perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan
binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini,
binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa
senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika
ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral.
Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang
dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan
penuh belas kasih.
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang
lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya
adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah
tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan
kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup
yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang
saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor,
karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau
diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti
bertumbuh dan bereproduksi.
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika
yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem.
Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara
mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral,
suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling
memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam
tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara
seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua
spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada
di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B.
Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal
berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam
2. Menekankan hak hidup mahluk lain,
walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan
sewenang-wenang
3. Prihatin akan perasaan semua
mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
4. Kebijakan manajemen lingkungan
bagi semua mahluk
5. Alam harus dilestarikan dan tidak
dikuasai
6. Pentingnya melindungi
keanekaragaman hayati
7. Menghargai dan memelihara tata
alam
8. Mengutamakan tujuan jangka
panjang sesuai ekosistem
9. Mengkritik sistem ekonomi dan
politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara
4.
Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan
manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya
diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan
mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan.
Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika
antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris
yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang
berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene
Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada
aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika
antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan
pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan
sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia
terpisah dari alam.
2.
Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab
manusia.
3.
Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4.
Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
5. Norma
utama adalah untung rugi.
6.
Mengutamakan rencana jangka pendek.
7.
Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara
miskin.
8.
Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Demikian etika lingkungan dapat
digolongkan kedalam dua kelompok yaitu etika lingkungan dalam dan etika
lingkungan dangkal. Keduanya memiliki beberapa perbedaan- perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya
etika lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi
kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika
lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai oleh
manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika
lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan
untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
2.
Saran
Dengan mengetahui etika lingkungan memang bukan
berarti kita akan mendapat jawaban mengenai masalah lingkungan secara langsung.
Namun kita dapat memetik pelajaran penting bagaimana sebaiknya bertindak serta
berperilaku terhadap lingkungan. Sehingga kita mampu menempatkan diri di
lingkungan dan menjadikan diri lebih intim dalam melawan kerusakan lingkungan.
Selain itu, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu
lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Sehingga,
setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Selain mempunyai hak, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Daftar Pustaka
Muhjidin
Mawardi, Kerusakan Lingkungan dan Cara Pandang Manusia tentang Alam, http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?Itemid=9&id=1009&option=com_content&task=view.
Ben
A. Minteer, “Anthropocentrism”, dalam J. Baird Callicott and Robert Frodeman,
Editors in Chief, Encyclopedia Of Environmental Ethics And Philosophy,
Gale Cengage Learning,Macmillan, 2009, hal 58.
Aristoteles
“Nocomachea Ethics”, dalam Richard McKeon (ed). The Basic Works Aristotle, New
York: Random House, 1941 hal. 937
Muhammad
Ridha Hakim, Pelestarian Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Barat :Sebuah
catatan untuk merumuskan Insentif dan Melaksanakan Inisiatif dalam PSDA dan LH
untuk Pembangunan Berkelanjutan di NTB,
Agus
Rachmat W., “Etika Lingkungan Hidup dan Pertentangan Politik”, dalam Bambang
Sugiharto dan Agus rachmat W. (ed), Wajah Baru Etika dan Agama,Kanisius,
Jogjakarta,2000, hal. 66-67.
Sayyed
Hossen Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam: Jembatan Filosofis dan Religius
Menuju Puncak Spiritual, (terj), Ali Noer Zaman, Ircisod, 2005, hal.28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar