Selasa, 27 Maret 2012

kontroversi alkhohol dalam minuman


ALKOHOL DALAM MINUMAN DITINJAU DARI SYARIAT ISLAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu: Zaim Elmubarok, M.Ag







Diususun Oleh :
Nama                    : Bayu Aji p
NIM                       : 1201410044
Jurusan                                : PLS
Rombel                                :28


          FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’, sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW,”Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam).” (HR. Al-Baghawi)
Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya alkohol dalam minuman
Akan tetapi, penentuan status halal haramnya suatu makanan atau minuman kadang bukan perkara mudah. Di satu sisi, para ulama mungkin belum seluruhnya menyadari betapa kompleksnya produk pangan dan minuman dewasa ini. Asal usul bahan bisa melalui jalur yang berliku-liku, banyak jalur. Bahkan dalam beberapa kasus, sulit ditentukan asal bahannya. Di sisi lain, pemahaman para ilmuwan terhadap syariah Islam, ushul fiqih dan metodologi penentuan halam haramnya suatu bahan pangan dari sisi syariah, relatif minimal. Dengan demikian seharusnya para ulama mencoba memahami kompleksnya produk pangan dan minuman. Sedangkan ilmuwan muslim, sudah seharusnya menggali kembali pengetahuan syariahnya, di samping membantu ulama memahami kompleksitas masalah yang ada.
B.       PERUMUSAN MASALAH
Berkait dengan itu, penting sekali dikemukakan metode penentuan status hukum, baik penentuan hukum untuk masalah baru (ijtihad) maupun sekedar penerapan hukum yang sudah ada pada masalah baru (tathbiq al-hukm ‘ala mas`alah al-jadidah). Berdasarkan metode Taqiyuddin An-Nabhani (1994:201; 2001:74), terdapat 3 (tiga) langkah yang harus ditempuh dalam menetapkan satus hukum :
Pertama, memahami fakta/problem secara apa adanya (fahmul musykilah al-qa`imah). Fakta ini dalam ilmu ushul fiqih dikenal dengan istilah manath (Asy-Syatibi, Al-Muwafaqat, III/24) . Di sinilah para ulama wajib memahami masalah yang ada, dibantu oleh para ilmuwan muslim.
Kedua, memahami nash-nash syara’ (fahmun nushush asy-syar’iyah) yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya), atau memahami hukum-hukum syara’ (fahmul ahkam asy-syar’iyah) yang telah ada yang berkaitan dengan fakta tersebut (jika sudah ada hukumnya),
Ketiga, mengistinbath hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta; atau menerapkan hukum yang telah ada pada fakta.
Penelitian ini bertujuan terutama menjelaskan hukum alkohol dalam minuman. Sebelum itu, akan dijelaskan lebih dulu beberapa prinsip dasar dalam fiqih Islam dalam penentuan status hukum. Prinsip ini pula yang secara spesifik digunakan dalam penelitian ini untuk meninjau hukum alkohol dalam makanan, dan minuman.







BAB II
PEMBAHASAN
Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara, sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW: “Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga
hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam).” (HR. Al-Baghawi).
Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Termasuk dalam hal ini, halal- haramnya makanan dan minuman. Akan tetapi, penentuan status halal haramnya suatu makanan, obat, atau minuman kadang bukan perkara mudah. Di satu sisi, para ulama mungkin belum seluruhnya menyadari betapa kompleksnya produk pangan, obat, dan minuman dewasa ini. Asal usul bahan bisa melalui jalur yang berliku-liku, banyak jalur. Bahkan dalam beberapa kasus, sulit ditentukan asal bahannya. Di sisi lain, pemahaman para ilmuwan terhadap syariah Islam, ushul fiqih dan metodologi penentuan halal haramnya suatu bahan pangan dari sisi syariah, relatif minimal. Dengan demikian seharusnya para ulama mencoba memahami kompleksnya produk pangan, obat, dan minuman. Sedangkan ilmuwan muslim, sudah seharusnya menggali kembali pengetahuan syariahnya, di samping membantu ulama memahami kompleksitas masalah yang ada. Berkait dengan itu, penting sekali dikemukakan metode penentuan status hukum, baik penentuan hukum untuk masalah baru (ijtihad) maupun sekedar penerapan hukum yang sudah ada pada masalah baru (tathbiq al-hukm ala mas`alah al-jadidah).
Begitu pula dengan khamr yang sudah tersurat dan terirat keharamannya, baik dalam Al-qur’an maupun Al-hadits. Sudah sewajarnya umat Islam mengetahui Makalah: Alkohol menurut pandangan Islam
lebih jauh tentang khomr, agar tidak terjadi kekeliruan dan penipuan. Sudah sering terjadi orang minum khamr karena ketidak tahuan akan minuman haram tersebut. Oleh karena itu sewajarnya jika kita mengkaji lebih dalam tentang khamr agar tidak terjadi kesalahan baik secara tidak sengaja atau ditipu orang yang tidak bertanggung jawab.


A.      Pengertian Khamr (Al-Kohol)
Khamr dalam pengertian bahasa Arab (makna lughawi) berarti “menutupi”. Disebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal. Sedangkan menurut pengertian ‘urfi (menurut adat kebiasaan) pada masa Nabi SAW, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur (Asy-Syaukani, Nailul Authar, IV/57).
Sedangkan dalam pengertian syara', khamr adalah setiap minuman yang memabukkan (kullu syaraabin muskirin). Jadi khamr tidak terbatas dari bahan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan, baik dari bahan anggur maupun lainnya.
Berdasarkan hadits Nabi SAW. Di antaranya adalah hadits dari Nu'man bin
Basyir RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
”Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbuat khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu terbuat khamr” (HR Jama'ah, kecuali An-Nasa'i).
”Dari Jabir RA, bahwa ada seorang dari negeri Yaman yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang sejenis minuman yang biasa diminum orang-orang di Yaman. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan mizr. Rasulullah bertanya kepadanya, "Apakah minuman itu memabukkan? "Ya" jawabnya
Kemudian Rasulullah SAW menjawab: Setiap yang memabukkan itu adalah haram. Allah berjanji kepada orang-orang yang meminum minuman memabukkan, bahwa dia akan memberi mereka minuman dari thinah al-khabal. Mereka bertanya, apakah thinah al-khabal itu? Jawab Rasulullah,"Keringat ahli neraka atau perasan tubuh ahli neraka." (HR Muslim, An Nasa'i, dan Ahmad).
Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa ia berkata, ”Saya mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar beliau memberikan fatwanya tentang dua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu “al bit'i dan al murir”. Yang pertama terbuat dari madu yang kemudian dibuat minuman hingga keras (bisa memabukkan). Yang kedua terbuat dari bijii-bijian dan gandum dibuat minuman hingga keras. Wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW telah lengkap dan sempurna, kemudian Rasulullah SAW bersabda, Setiap yang memabukkan itu haram.”
(HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
“Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW juga bersabda, Setiap yang memabukkan itu
khamr, dan setiap khamr itu haram.” (HR Muslim dan Daruquthni).
Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa khamr itu tidak terbatas terbuat dari perasan anggur saja, sebagaimana makna urfi, tetapi mencakup semua yang bisa menutupi akal dan memabukkan. Setiap minuman yang memabukkan dan menutupi akal disebut khamr, baik terbuat dari anggur, gandum, jagung, kurma, maupun lainnya. Berarti itu merupakan pengertian syar'i tentang khamr yang disampaikan Rasul SAW dalam hadits-haditsnya Dalam keadaan demikian, yakni setalah adanya makna syar'i -makna baru yang dipindahkan dari makna aslinya oleh syara'- yangberbeda dengan makna lughawi dan makna ‘urfi, maka makna syar'i tersebut harus didahulukan daripada makna lughawi dan makna ‘urfi.
Jika khamr diharamkan karena zatnya, sementara pada hadits di atas dinyatakan bahwa “setiap yang memabukkan itu khamr”, berarti itu menunjukkan kepada kita bahwa sifat yang melekat pada zat khamr adalah memabukkan. Karena sifat utama khamr itu memabukkan, maka untuk mengetahui keberadaan zat khamr itu atau untuk mengenali zatnya adalah dengan meneliti zat-zat apa saja yang memiliki sifat memabukkan.
Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian fakta), oleh para kimiawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang memilki sifat memabukkan dalam khamr adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah yang memiliki khasiat memabukkan. Minuman yang mengandung alkohol ini, dikenal dengan terminologi “minuman beralkohol”. Walaupun bermacam-macam namanya dan kadar alkoholnya, semuanya termasuk kategori khamr yang haram hukumnya.
Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil alkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH (Hukum Alkohol dalam Minuman). Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat banyak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol sering terjadi.
Alkohol di Dunia Barat sudah menjadi lazim dan diterima dalam pergaulan sosial. Namun seringkali digunakanberlebihan sehingga menjadi penyebab utama kecelakaan lalu lintas yang fatal.
Pada konsentrasi 1,0 - 1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan tidak ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Mutschler, 1991:751)Alkohol jelas banyak digunakan dalam industri minuman beralkohol, yaitu minuman yang mengandung alkohol ( etanol ) yang dibuat secara fermentasi dari jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya: biji-bijian, buahbuahan, nira dan sebagainya, atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi. Termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977).
Menurut Per. Menkes No. 86/ 1977 itu, minuman beralkohol dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan. Golongan A dengan kadar alkohol 1 - 5 %, misalnya bir. Golongan B dengan kadar alkohol 5- 20 %, misalnya anggur. Golongan C dengan kadar 20 - 55 %, misalnya wiski dan brendi
B.       Hukum Minuman Beralkohol

Muzakarah Nasional tentang Alkohol dalam Produk Minuman yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LP.POM) Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 13-14 Rabiul Akhir 1414 Hijriah bertepatan dengan tanggal 30 September 1993 di Jakarta, setelah :
Menimbang:
a.    Bahwa Islam adalah agama Allah yang memberi tuntunan dan pedoman hidup secara menyeluruh dan mengantarkan umat manusia untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagian di akhirat.
b.     Bahwa ajaran Islam bertujuan memelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Segala sesuatu yang memberi manfaat bagi tercapainya tujuan tersebut diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedang yang merugikan bagi tercapainya tujuan tersebut dilarang atau dianjurkan untuk dijauhi.

Status Hukum Minuman BeralkoholMeminum minuman beralkohol, sedikit atau banyak, hukumnya haram. Demikian pula dengan kegiatan memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati hasil/keuntungan dari perdagangan minuman beralkohol.Kesepakatan tersebut didasarkan atas:
1. Meminum minuman beralkohol adalah muskir (memabukkan). Setiap yang memabukkan adalah khamar dan khamar hukumnya haram. Oleh karena itu meminum minuman beralkohol adalah haram hukumnya. Dalil tentang hal ini, antara lain, sebagai berikut :


"Hai orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berrkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syetan. Maka, jauhilah perbuatan. perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan"(QSAl-Ma'idah{5}:90).
"Allah melaknat (mengutuk) khamar, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras bahannya, penahan atau penyimpannya, pembawanya, dan penerimanya” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar)·
"Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram. " (HR. MuslimdariIbnuUmar).
"Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit adalah haram." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Daraqutni dari Ibnu Umar).
2. Minuman beralkohol mengakibatkan lupa kepada Allah dan rnerupakan sumber segala macam kejahatan, karena alkohol dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
"Jauhilah khamar, karena ia adalah kunci segala keburukan." (HR. Hakim dari IbnuAbbas).
3. Minuman beralkohol merusak kesehatan, karena alkohol dapat merusak organ hati, saluran pencernaan, sistem peredaran darah, dan pada gilir dapat mengakibatkan kematian. Berkenaan dengan hal ini Allah berfirman;
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan... " (QS. Al-Baqarah[2]:195).
4. Minuman beralkohol menghancurkan potensi sosial ekonomi, karena peminum alkohol produktivitasnya akan menurun. Nabi SAW bersabda: "Janganlah membuat mudarat pada diri sendiri dan pada orang lain." (HR.Ibnu Majah dan Daraqutni).
5. Minuman beralkohol dapat merusak keamanan dan ketertiban masyarakat, karena para peminum minuman beralkohol sering melakukan perbuatan kriminalitas yang meresahkan dan menggelisahkan masyarakat serta sering terjadi kecelakaan lalu lintas karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
Allah berfirman : "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS, Al-Qasas[28J:77).
6. Minuman beralkohol membahayakan kehidupan bangsa dan negara karena minuman beralkohol dapat mengakibatkan rusaknya persatuan dan kesatuan yang pada gilirannya merusak stabilitas nasional, mentalitas, dan moralitas manusia Indonesia masa depan. Berkenaan dengan hal ini, kaidah Fiqhiyah menegaskan:
"Kemudahan itu harus dihilangkan."·
"Mencegah mafsadat (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan."
C.      Contoh minuman yang mengandung Alkohol
Kadar alkohol dalam beberapa minuman beralkohol, dapat dilihat dalam tabel berikut :
No
Nama Minuman
Kadar Alkohol
1
Bir Putih
1 -5 %
2
Bir Hitam
15 %
3
Samsu
20 %
4
Macam-Macam Anggur
15 %
5
Ryn &Moezelwijn
10 %
6
Anggur Malaga
15 - 17 %
7
Tokayer
15 %
8
Sherry
20 %
9
Likeuren
30-50 %
10
Anggur Perancis
9-11 %
11
Champagne
10- 12 %
12
Anggur Spanyol
15-20 %
13
Anggur Hongaria
15-20 %
14
Rhum dan Brandy
40-70 %

D.      Upaya yang harus dilakukan untuk menanggulangi minuman beralkohol, sebagai berikut :
I.                   Kepada Masyarakat

Setiap anggota masyarakat haruslah mendapat pemahaman yang sejelas jelasnya, agar dalam menentukan keputusan yang mereka ambil tidak salah. Selain itu masyarakat adalah factor yang paling penting kaitannya dengan penanggulangan minuman beralkohol, karena di dalam masyarakatlah segala jenis minuman beredar luas dan sulit dalam pencegahannya. Oleh karenanya apabila masyarakat sudah memahami perkara yang haram dan halal maka dapat meminimalisir peredaran minuman beralkohol yang ada.

II.                Kepada Pemerintah :

a. Pemerintah hendaknya meningkatkan usaha membebaskan masyarakat, terutama kaum remaja, dari pengaruh minuman beralkohol dengan membentuk badan penanggulangan alkoholisme dan menjadikan pembebasan minuman beralkohol sebagai gerakan nasional
b. Departemen Perindustrian hendaknya memberhentikan pemberian izin untuk mendirikan pabrik yang memproduk minuman beralkohol dan secara berangsur mengurangi produksinya.
c. Departemen Perdagangan hendaknya memberhentikan pemberian izin untuk memperdagangkan minuman beralkohol dan memperketat pengedarannya.
d. Departemen Kesehatan, hendaknya :


1) Mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk membatasi produksi dan perdagangan minuman beralkohol sebagaimana pasal 144 dan pasal 182 Undang-Undang tentang Kesehatan.
2) Mengurangi penggunaan alkohol dalam produksi obat-obatan.
3) Mempersiapkan peraturan pencantuman pernyataan bahwa "ALKOHOL BERBAHAYA BAGI KESEHATAN DAN MASA DEPAN" pada kemasan minuman beralkohol.
e. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya memperketat aturan, pengawasan, mengambil tindakan tegas terhadap siswa yang minum dan atau mengedarkan minuman beralkohol.
f. Departemen Agama hendaknya meningkatkan pendidikan agama di sekolah-sekolah dengan memasukkan bahaya minuman beralkohol dalam materi pengajaran agama.
g. Departemen Kehakiman agar memasukkan sanksi yang cukup berat terhadap pelanggaran perundang-undangan yang menyangkut minuman beralkohol dalam penyusunan KUHP.
h. Departemen Penerangan agar membatasi iklan-iklan mengenai perdagangan minuman beralkohol.
i. Kepolisian dan petugas hukum lainnya agar berusaha meningkatkan pengawasan terhadap peredaran dan penggunaan minuman beralkohol serta mengambil tindakan yang tegas terhadap pelakunya.

II. Kepada pimpinan ormas, ulama, mubalig, dan khatib :

a. Ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam untuk berperanan aktif dalam memasyarakatkan bahaya minuman minuman beralkohol dan mempelopori gerakan nasional dalam menyelamatkan masyarakat dari bahaya minuman beralkohol.
b. Para ulama, muballig, dan khatib untuk meningkatkan dakwah Islamiyah dengan menekankan bahaya minuman beralkohol terhadap kehidupan agama, kehidupan pribadi,keluarga,masyarakat,bangsa dan negara.
c. Masyarakat, khususnya umat Islam, agar menjauhi minuman-minuman beralkohol, demi keselamatan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
d. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia agar mendorong pemerintah untuk segera membentuk badan penanggulangan alkoholisme.




















BAB III
PENUTUP


  1. KESIMPULAN
Dengan demikian sudah jelas bahwa hukum minuman yang mengandung alcohol adalah haram. Baik mengandung sedikit ataupun banyak tetap saja  dikatakan haram, selain itu segala zat yang bisa menimbulkan hilangnya kesadaran seseorang dan memabukkan juga digolongkan sebagai zat yang haram untuk dikonsumsi. Untuk itu tidak ada alas an untuk sekedar mendekati perkara yang haram tersebut atau bakan untuk mencobanya.

  1. SARAN
Terkait dengan halal dan haramnya minuman yang beralkohol maka masyarakat dituntut untuk lebih memahami apa yang sudah menjadi syariat agama Islam. Serta peran para ulama dalam menyampaikan syiar keagamaan haruslah menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat agar tidak terjadi kebimbangan lagi dalam menentukan perkara yang halal dan haram menurut syariat agama Islam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar